
Berbagai kajian telah dilakukan untuk mencari data tentang Etnis penghuni Nusantara, Seperti yang pernah dibahas sebelumnya bahwa sejak jaman Perburuaan manusia sudah mengenal keyakinan dan harapan yang menjadi cikal bakal Agama Purba. Sejak jaman Pleistosen akhir para penghuni Nusantara sudah mengenal peradaban yang berkaitan dengan Agama, dari berbagai hasil budaya batu purba seperti Menhir, Dolmen, Yupa, Sarkofagus, dan punden berundak membuktikan bahwa penghuni Sudah mengenal Agama dengan berbagai ritual pemujaanya. berlanjut ke jaman perunggu sampai ke jaman logam banyak ditemukan hasil galian yang berhubungan dengan penguburan mayat dan kegiatan sosial yang mengindikasikan bahwa ada hubungan antara prilaku sosial dan Agama pada kehidupan penghuni Nusantara.
P.Mus dalam
L.Inde vue de I'est . Cultes Indiens Etindigenes au Champa menjelaskan bahwa pada zaman purbakala pernah terdapat kesatuan kebudayaan pada wilayah yang luas meliputi India, Indochina, dan Nusantara termasuk kepulauan di wilayah Pasifik, mereka percaya kepada sesuatu yang ghaib dibalik benda-benda yang besar dan luas yang telah memberi keberuntungan atau kesialan dalam kehidupan mereka, juga percaya bahwa ada orang-orang tertentu yang memiliki kedaulatan untuk memanggil, mendamaikan atau mengusir kekuatan ghaib tersebut. Kluas epercayaan tersebut yang disalah artikan oleh Ilmuan Orientalis dengan istilah Animisme dan Dinamisme.
kepercayaan yang disebut
P.Mus sebagai
Animisme Dinamisme tersebut pada hakikatnya adalah Agama Kuno penduduk Nusantara yang dalam istilah jawa dikenal dengan nama
Kapitayan. Agama yang sudah dianut sekian lama sejak Masa Paleolitikum hingga zaman Modern dengan nama yang berbeda-beda di setiap wilayahnya seiring dengan perkembangan ras manusia dan membentuk suku-suku di Nusantara, Seperti berbeda-bedanya bahasa di setiap suku, Nama agama ini pun menjadi berbeda-beda di setiap wilayahnya seperti Isilah
Sunda Wiwitan pada suku Sunda,
Kejawen pada suku Jawa,
Kaharingan/Tjilik Riwut pada suku Dayak,
Ugamo Malim pada suku Batak dan nama yang lain pada setiap suku yang berbeda sebelum datangnya pengaruh Indus dan China pada awal abad Masehi dan membentuk kerajaan2 baru dengan agama baru.

Dalam keyakinan penganut kapitayan di Jawa, leluhur yang pertama kali dikenal sebagai penganjur Kapitayan adalah
Danghyang Semar keturunan tegas dari Manusia Modern (Homo Sapiens) pertama yang di turunkan ke dunia yaitu Adam. Dalam kitab kuno
Pramayoga dan
Pustakaraja Purwa Silsilah Nabi Adam sampai Danghyang semar dijelaskan sebagai berikut :
Nabi Adam -> Nabi Syis -> Anwas dan Anwar -> Hyang Nur Rasa -> Hyang Wenang -> Hyang Tunggal -> Hyang Ismaya -> Wungkuhan -> Smarasanta (Semar)
Menurut cerita, negeri asal Danghyang semar adalah
Lemuria ataw
Swetadwipa, Bangsa kulit hitam dari Benua yang tenggelam akibat banjir besar yang mengakibatkan Danghyang semar dan kaumnya mengungsi ke Nusantara. Danghyang semar memiliki saudar bernama
Sang Hantaga (Togog) yang hidup di wilayah lain juga mengajarkan Kapitayan, Saudara semar yang lain bernama
Manikmaya, menjadi penguasa di Alam Ghaib yang disebut
Ka-Hyang-an (Kayangan).
Secara sederhana, Kapitayan dapat digambarkan sebagai suatu ajaran keyakinan yang memuja sembahan utama yang disebut
Sanghyang Taya. yang bermakna hampa, kosong, suwung, awang uwung. Taya bermakna yang Absolute, yang tidak bisa dipikirkan dan dibayang bayangkan, tidak bisa didekat dengan panca indera. Orang jawa kuno mendefinisikan Sanghyang Taya dalam satu kalimat "
Tan kena Kinaya Ngapa" yang artinya tidak bisa diapa-apakan keberadaan-Nya. Kata Taya bermakna tidak ada tapi ada, tidak ada tetapi ada. Untuk itu agar bisa dikenal dan disembah manusia, Sanghyang Taya digambarkan mempribadi dalam nama dan sifat yang disebut
Tu atau
To, yang bermakna seutas benang, daya ghaib yang bersifat Adikodrati.
Tu atau To adalah tunggal dalam dzat, Satu pribadi. Tu Lazim disebut
Sanghyang Tu-nggal, Dia memiliki dua sifat, yaitu kebaikan dan ke-tidak baikan. Tu yang bersifat baik disebut
Tu-
han dengan nama
Sanghyang Wenang, Tu yang bersifat tidak baik disebut
han-
Tu dengan nama
Sang Manikmaya. demikianlah baik Sanghyang Wenang dan Sang Manikmaya adalah sifat saja dari sanghyang Tunggal yang Ghaib.